Kamis, 06 Desember 2012

Sistem Administrasi Negara Indonesia


Analisis Kendala dan Prospek Demokratisasi Desa
            Di Indonesia, sesuai dengan passafah pancasila, demokrasi ditempatkan sebagai alat sekaligus tujuan hidup bernegara. “demokrasi” merupakan alat untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang demokratis. Prisip dasar suatu kehidupan yang demokratis ialah tiap warga Negara ikut aktif dalam proses politk. Dengan kata lain, anggta masyarakat ikut serta dalam menyusun agenda politik yang dijadikan landasan bagi pengambilan keputusan pemerintah. Demokrasi baru bisa berjalan kalu pencapain tujuan-tujuan dalam masyarakat diselenggarakan oleh wakil-wail mereka yang dibentuk berdasarkan pemilihan umum. Prinsip dasar musyawarah mengandung demensi proses, sedangkan prinsip mupakat mengandung demensi tujuan. Dalam praktik peleksanaan demokrasi di Indonesia lebih menitik beratkan pada pencapaian tujuan ketimbang pada proses pencapainannya. Dari sisi status demokrasi “proyek” demokratisasi desa jelas baru masuk pada tahap demokrasi formal. Untuk mencapai status demokrasi substansial maka urgen dilakukan pemberdayaan masyarakat desa, agar kapasitas atau kemempuan rakyat desa cukup memadai untuk merumuskan dan memaksakan kehendak mereka kedalam system politik.
            Dalam perspektif relasi Negara dengan rakyat, kebijakn penataan desa daposat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, kebijakan penataan desa merupakan proses memasukan Negara kedalam desa. Ini adalah proses memperluas kekuasaan dan hegemoni Negara sehingga merasuk kedalam kehidupan kehidupan masyarakat desa. Akibatnya ketergantungan terhadap Negara meningkat. Kedua, kebijakan penataan desa merupakan proses memesukan desa kedalam Negara. Langkah ini dilakukan dengan cara pengenalan lembaga-lembaga baru dalam kehidupan desa dan penyebarn gagasan dalam moderenitas.
            Dalam proses pertama Negara berperan sebagai actor utama dalam moderensasi desa, Negara melakukan penetrasi dan iterfensi kedalam kehidupan masyarakat desa. Implikasinya Negara memonopoli aturan main atau prosedur kerja dari program yang dijalankan didesa, serta pengesahan atas lembaga lembaga yang didirikannya,yang tentu akan mempengaruhi corak kehidupan sehari hari warga desa.
Sebaliknya, dalam proses kedua  (“desa dalam negar”), desa menjadi bagian dari Negara tanpa kehilangan karakter aslinya. Proses ini membuka peluang ini membuka peluang bagi rakyat desa untuk terlibat dalam aktifitas pmbangunan nasional, memperoleh akses ke berbagai untuk terlibat dalam aktifitas pembangunan nasional, memperoleh akses ke berbagai sumberdaya yang memiliki Negara (material maupun politik).
            Penetrasi Negara ke dalam kehidupan rakyat desa dapat berjalan efektif selama orde baru karena dua alasan. Pertama, adanya dukungan jaringan administrasi territorial militer yang berjalan sejajar dengan jaringan administrasi territorial sipil. Di tingkat desa kehadiran Negara dipresentasikan oleh lembaga pemerintah desa dan institusi keamanan Negara, yang terdiri dari aparat kepolisian (bimmas = bimbingan masyarakat desa) dan militer  (babinsa = bimbingan Pembina desa). Kedua, adanya system perwakilan kepentingan, yang menghubungkan Negara dengan rakyat desa melalui jaringan organisasi organisasi fungsional non-ideologis (model “korporatisme Negara”). Penerapan model “korporatisme Negara” oleh pemerintah orde baru telah menghilangkan kemajemukan dalam kehidupan social dan politik pedesaan, selain itu memunculkan pengorganisasian kepentingan masyarakat dalam wadah –wadah yang serba tunggal. Petani misalnya diwadahi dalam HKTI, nelayan dalam HNSI, kaum ibu dalam PKK, pemuda dalam Karang Taruna, kegiatan koperasi dalam KUD dan seterusnya. Pemerintah berusaha sungguh – sungguh agar ormas – ormas inilah yang menjadi satu satunya jembatan antara Negara dengan rakyat karena cara ini diyakini dapat menimalkan konflik social dan memaksimalkan produktifitas ekonomi.
            Dari perspektif transformasi structural, masyarakat desa dengan gradasi yang berbeda beda tengah beranjak dari situs masyarakat yang bersifat komunal tertutup (komunal tersegmentasi) menuju masyarakat dengan cirri ikatan asosiasional yang menonjol dan terbuka. Berdasarkan derajat komunalitas – asosiasionanya (sifat ikatan social) dan derajat keisolasian / segmentasi – integrasinya (bentuk ikatan social), maka masyarakat desa di Indonesia dapat dipetakan menjadi empat tipe (kartodirdjo, 1987b).
-          Tipe 1 (lembaga iradisional) ialah seperti yang terdapat dalam desa asli – tertutup. Lembaga lemabaga desa bersifat komunal dan berbentuk “tertutup” (segmented). Dalam komunitas yang relatif masih tertutup, terisolasi, dan belum banyak mengalami perubahan perubahan modernisasi, solidaritas komunal masih efektif.
-          Tipe 2 (lembaga semi modern) lembaga – lembaga pedesaan bersifat asosiasional, tetapi sebagai unit organisasi masih berbentuk segmented. Hingga kini tidak ada usaha mengintegrasikan PKK desa X dengan PKK desa desa sekitarnya.
-          Tipe 3 (semi tradisional) terjadi dalam masa feudal. Desa yang bersifat komunal, secara vertical diintegrasikan dalam kerajaan, antara lain demi kepentingan pengumpulan pajak dan pengerahan tenaga.
-          Tipe 4 (lembaga modern) dan lembaga lembaga desa diintegrasikan dengan lembaga lembaga sejenis baik secara horizontal maupun vertical, dampaknya akan kuat sekali kea rah proses demokratisasi. Desa menjadi terbuka, berarti ada jalur jalur komunikasi ekonomis, social, politik dan cultural, maka dampaknya di berbagai bidang akan sangat besar.

Setiap tipe masyarakat desa menuntut perlakuan yang berbeda, agar demokratisasi desa dapat berjalan.
Kendala dan prospek demokratisasi desa
Dari analisis diatas dapat dipetakan beberapa kendala dalam mendorong laju demokratisasi desa. Selanjutnya akan coba dilihat bagaimana prospeknya.
Status demokrasi desa
“proyek” demokratisasi desa masih berada dalam status “demokrasi formal/ procedural”. Ini artinya posisi gerak demokratisasi desa masih berada pada tahap awal. Ada dua hambatan yang segera muncul pada titik ini. Pertama, kenyataan landasan formal (UU No. 22/1999) demokrasi desa baru diberlakukan secara efektif selama 2 tahun ini. Kedua, terputusnya proses pendidikan politik rakyat desa dalam rentang waktu yang cukup lama (usia satu generasi, 1966-1998) menjadikan kondisi kognitif dan emosi rakyat desa nyaris tak berdaya dalam urusan partisipasi politik. Oleh karena itu, perlu upaya keras dan sungguh sungguh untuk meningkatkan keberdayaan politik rakyat desa.

Tidak ada komentar: